Selasa, 16 Juni 2015

Ajaran Hindu Dharma tentang Manusia dan Alam

Ajaran Hindu Dharma tentang Manusia dan Alam


Penciptaan Manusia
Menurut ajaran agama Hindu, manusia pertama disebut dengan nama: MANU, atau selengkapnya SWAYABHU-MANU, tetapi ini bukan nama perseorangan. Sebab dalam bahasa sansekerta, Swayambhu berarti: yang menjadikan diri sendiri. Suku kata “swayam” berarti diri sendiri, dan suku kata “bhu” berarti: menjadi, dan kata “manu” berarti “mahluk berfikir yang menjadikan dirinya sendiri”, yakni MANUSIA PERTAMA. Istilah manu sekarang menjadi kata manusia. Menurut ajaran Hinduisme, semua manusia adalah keturunan Manu.[1][2]
Hal ini dapat dilihat dari petikan kitab Bhagawad Gitta II.16 dan Bhagawad Gitta II. 20 di bawah ini:
"Apa yang tak akan pernah ada; apa yang ada tak akan pernah ada; apa yang ada tak akan pernah berhenti ada; keduanya hanya dapat dimengerti oleh orang yang melihat kebenaran. Yang tak pernah lahir dan mati; juga setelah ada tak akan berhenti ada, tidak dilahirkan, kekal, abadi, selamanya, tidak mati dikala tubuh jasmani mati."
Dalam zaman Brahmana diuraikan bahwa manusia terdiri dari dua bagian, yaitu bagian yang tampak dan tak nampak.
q Bagian yang tampak disebut rupa, yang tersusun dari lima unsur, yaitu: rambut, kulit, daging, tulang, dan sum-sum.
q Bagian yang tidak nampak disebut nama, terdiri dari unsur-unsur yang menentukan hidup. yaitu: nafas, akal, pemikiran, penglihatan, dan pendengaran.
Manusia tediri dari beberapa skandha (skandha artinya tonggak). Skandha tersebut ialah rupa, sanna, sankhara, dan winnana. [3]
q Rupa adalah kerangka anatomis atau alat badani kita, yaitu baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan.
q Sanna ialah pengamatan dari segala macam, baik yang rohani maupun yang jasmani, yang dengan perantara indra masuk ke dalam kesadaran.
q Sankhara adalah suatu skandha yang sangat kompleks, yang di dalamnya mengandung kehendak, keinginan dan sebagainya yang menjadikan skandha ini dapat menyusun gambar atau khayalan dari apa yang diamati.
q Winnana adalah kesadaran. Yang disebut jiwa sebenarnya adalah kelima skandha ini bersama-sama atau satu persatu. 
Dalam diri manusia terdapat atman. Atman tersebut diselubungi oleh beberapa selubung, yaitu dari luar ke dalam: Selubung yang terdiri dari makanan atau tubuh sebagai selubung jasmani (Annamaya atman); Selubung yang di bawah selubung jasmani, yaitu selubung yang di tempati nafas hidup atau prana, yaitu selubung nafas ni (Pranamaya atman); Selubung yang lebih mendalam lagi, yaitu selubung akali (Manomaya atman); lalu terdapat selubung yang terdiri dari kesadaran (Wijnanamaya atman); dan bagian terdalam terdapat atman dalam keadaan bahagia (Anandamaya atman) yaitu inti sari manusia.[4]
Penciptaan Alam
Dunia ini keluar dari Brahman, melalui persekutuan antara purusa (jiwa atau inti pribadi perseorangan, yang tidak berubah dan tidak aktif) dan prakrti (bukan jiwa yang badani atau asas yang bersifat kebendaan, tetapi yang dalam keadaan yang semula mewujudkan suatu kesatuan yang tanpa pembedaan). Prakrti mengandung didalamnya triguna atau tiga tabiat, yaitu: sattwa (tabiat terang), rajas (tabiat penggerat), dan tamas (tabiat yang gelap, masa bodoh, malas, dsb). Karena hubungan praktri dengan purusa, nisbah (rasio) antara ketiga tabiat tadi berubah-ubah, yang menyebabkan berkembangnya dunia yang beraneka ragam ini. [5]
Dunia ini keluar dari Brahman, melalui persekutuan antara purusa (jiwa atau inti pribadi perseorangan, yang tidak berubah dan tidak aktif) dan prakrti (bukan jiwa yang badani atau asas yang bersifat kebendaan, tetapi yang dalam keadaan yang semula mewujudkan suatu kesatuan yang tanpa pembedaan). Prakrti mengandung didalamnya triguna atau tiga tabiat, yaitu: sattwa (tabiat terang), rajas (tabiat penggerat), dan tamas (tabiat yang gelap, masa bodoh, malas, dsb). Karena hubungan praktri dengan purusa, nisbah (rasio) antara ketiga tabiat tadi berubah-ubah, yang menyebabkan berkembangnya dunia yang beraneka ragam ini. 
"Dahulu kala Hyang Widhi menciptakan manusia dengan jalan yadhnya dan bersabda dengan ini engkau akan berkembang dan mendapatkan kebahagiaan atau khamaduk sesuai dengan keinginanmu."[6]
(Sumber: Tony Tedjo, Mengenal agama Hindu, Buddha, Khong Hucu, (Pionir Jaya, Bandung: 2011)
"Dahulu kala Hyang Widhi menciptakan manusia dengan jalan yadhnya dan bersabda dengan ini engkau akan berkembang dan mendapatkan kebahagiaan atau khamaduk sesuai dengan keinginanmu."
(Sumber: Tony Tedjo, Mengenal agama Hindu, Buddha, Khong Hucu, (Pionir Jaya, Bandung: 2011)
Hubungan Manusia dengan Alam
Konsep dasar agama Hindu tentang hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungan hidup dimulai dari konsep “Rta” dan “ Yadnya”. Hubungan timbal balik ini harus dijaga.
Rta Sebagai bagian imanen (tak terpisahkan) dari alam. Manusia pada setiap tahap dalam kehidupannya dikuasai oleh fenomena dan hukum alam.
Yadnya merupakan hakikat hubungan antara manusia dengan alam yang terjadi dalam keadaan harmonis, seimbang antara unsur-unsur yang ada pada alam dan unsur-unsur yang dimiliki oleh manusia. [7]
Konsep dasar agama Hindu tentang hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungan hidup dimulai dari konsep “Rta” dan “ Yadnya”. Hubungan timbal balik ini harus dijaga.
Rta Sebagai bagian imanen (tak terpisahkan) dari alam. Manusia pada setiap tahap dalam kehidupannya dikuasai oleh fenomena dan hukum alam.
Yadnya merupakan hakikat hubungan antara manusia dengan alam yang terjadi dalam keadaan harmonis, seimbang antara unsur-unsur yang ada pada alam dan unsur-unsur yang dimiliki oleh manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Swabodhi, Harsa, Budha Dharma&Hindu Dharma, Analogi Filsafat, Etika dan Puja. Sumatera Utara:Yayasan Perguruan Budaya, 1980.
Cudamani, Pengantar Agama Hindu Untuk Perguruan Tinggi,  Jakarta: Yayasan Wisma Karma, 1987.
Hadiwiyono, Harun, Agama Hindu dan Budha. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1989.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar