Ajaran Hindu Dharma tentang Manusia dan Alam
Penciptaan Manusia
Menurut
ajaran agama Hindu, manusia pertama disebut dengan nama: MANU, atau
selengkapnya SWAYABHU-MANU, tetapi ini bukan nama perseorangan. Sebab dalam
bahasa sansekerta, Swayambhu berarti: yang menjadikan diri sendiri. Suku kata
“swayam” berarti diri sendiri, dan suku kata “bhu” berarti: menjadi, dan kata
“manu” berarti “mahluk berfikir yang menjadikan dirinya sendiri”, yakni MANUSIA
PERTAMA. Istilah manu sekarang menjadi kata manusia. Menurut ajaran Hinduisme,
semua manusia adalah keturunan Manu.[1][2]
Hal ini dapat dilihat dari
petikan kitab Bhagawad Gitta II.16 dan Bhagawad Gitta II. 20 di bawah ini:
"Apa yang tak akan
pernah ada; apa yang ada tak akan pernah ada; apa yang ada tak akan pernah
berhenti ada; keduanya hanya dapat dimengerti oleh orang yang melihat
kebenaran. Yang tak pernah lahir dan mati; juga setelah ada tak akan berhenti ada,
tidak dilahirkan, kekal, abadi, selamanya, tidak mati dikala tubuh jasmani
mati."
Dalam zaman Brahmana
diuraikan bahwa manusia terdiri dari dua bagian, yaitu bagian yang tampak dan
tak nampak.
q Bagian yang tampak disebut
rupa, yang tersusun dari lima unsur, yaitu: rambut, kulit, daging, tulang, dan
sum-sum.
q Bagian yang tidak nampak
disebut nama, terdiri dari unsur-unsur yang menentukan hidup. yaitu: nafas,
akal, pemikiran, penglihatan, dan pendengaran.
Manusia tediri dari
beberapa skandha (skandha artinya tonggak). Skandha tersebut ialah rupa, sanna,
sankhara, dan winnana. [3]
q Rupa adalah kerangka
anatomis atau alat badani kita, yaitu baik yang menyenangkan maupun yang tidak
menyenangkan.
q Sanna ialah pengamatan
dari segala macam, baik yang rohani maupun yang jasmani, yang dengan perantara
indra masuk ke dalam kesadaran.
q Sankhara adalah suatu
skandha yang sangat kompleks, yang di dalamnya mengandung kehendak, keinginan
dan sebagainya yang menjadikan skandha ini dapat menyusun gambar atau khayalan
dari apa yang diamati.
q Winnana adalah kesadaran.
Yang disebut jiwa sebenarnya adalah kelima skandha ini bersama-sama atau satu
persatu.
Dalam diri manusia
terdapat atman. Atman tersebut diselubungi oleh beberapa selubung, yaitu dari
luar ke dalam: Selubung yang terdiri dari makanan atau tubuh sebagai selubung
jasmani (Annamaya atman); Selubung yang di bawah selubung jasmani, yaitu
selubung yang di tempati nafas hidup atau prana, yaitu selubung nafas ni
(Pranamaya atman); Selubung yang lebih mendalam lagi, yaitu selubung akali
(Manomaya atman); lalu terdapat selubung yang terdiri dari kesadaran
(Wijnanamaya atman); dan bagian terdalam terdapat atman dalam keadaan bahagia
(Anandamaya atman) yaitu inti sari manusia.[4]
Penciptaan Alam
Dunia ini keluar dari
Brahman, melalui persekutuan antara purusa (jiwa atau inti pribadi
perseorangan, yang tidak berubah dan tidak aktif) dan prakrti (bukan jiwa yang
badani atau asas yang bersifat kebendaan, tetapi yang dalam keadaan yang semula
mewujudkan suatu kesatuan yang tanpa pembedaan). Prakrti mengandung didalamnya
triguna atau tiga tabiat, yaitu: sattwa (tabiat terang), rajas (tabiat
penggerat), dan tamas (tabiat yang gelap, masa bodoh, malas, dsb). Karena
hubungan praktri dengan purusa, nisbah (rasio) antara ketiga tabiat tadi
berubah-ubah, yang menyebabkan berkembangnya dunia yang beraneka ragam
ini. [5]
Dunia ini keluar dari
Brahman, melalui persekutuan antara purusa (jiwa atau inti pribadi
perseorangan, yang tidak berubah dan tidak aktif) dan prakrti (bukan jiwa yang
badani atau asas yang bersifat kebendaan, tetapi yang dalam keadaan yang semula
mewujudkan suatu kesatuan yang tanpa pembedaan). Prakrti mengandung didalamnya
triguna atau tiga tabiat, yaitu: sattwa (tabiat terang), rajas (tabiat
penggerat), dan tamas (tabiat yang gelap, masa bodoh, malas, dsb). Karena
hubungan praktri dengan purusa, nisbah (rasio) antara ketiga tabiat tadi
berubah-ubah, yang menyebabkan berkembangnya dunia yang beraneka ragam
ini.
"Dahulu kala Hyang
Widhi menciptakan manusia dengan jalan yadhnya dan bersabda dengan ini engkau
akan berkembang dan mendapatkan kebahagiaan atau khamaduk sesuai dengan
keinginanmu."[6]
(Sumber: Tony Tedjo, Mengenal
agama Hindu, Buddha, Khong Hucu, (Pionir Jaya, Bandung: 2011)
"Dahulu kala Hyang
Widhi menciptakan manusia dengan jalan yadhnya dan bersabda dengan ini engkau
akan berkembang dan mendapatkan kebahagiaan atau khamaduk sesuai dengan
keinginanmu."
(Sumber: Tony Tedjo, Mengenal
agama Hindu, Buddha, Khong Hucu, (Pionir Jaya, Bandung: 2011)
Hubungan Manusia
dengan Alam
Konsep dasar agama Hindu
tentang hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungan hidup dimulai dari
konsep “Rta” dan “ Yadnya”. Hubungan timbal balik ini harus dijaga.
Rta Sebagai bagian imanen
(tak terpisahkan) dari alam. Manusia pada setiap tahap dalam kehidupannya
dikuasai oleh fenomena dan hukum alam.
Yadnya merupakan hakikat
hubungan antara manusia dengan alam yang terjadi dalam keadaan harmonis,
seimbang antara unsur-unsur yang ada pada alam dan unsur-unsur yang dimiliki
oleh manusia. [7]
Konsep dasar agama Hindu
tentang hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungan hidup dimulai dari
konsep “Rta” dan “ Yadnya”. Hubungan timbal balik ini harus dijaga.
Rta Sebagai bagian imanen
(tak terpisahkan) dari alam. Manusia pada setiap tahap dalam kehidupannya
dikuasai oleh fenomena dan hukum alam.
Yadnya merupakan hakikat
hubungan antara manusia dengan alam yang terjadi dalam keadaan harmonis,
seimbang antara unsur-unsur yang ada pada alam dan unsur-unsur yang dimiliki
oleh manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Swabodhi, Harsa, Budha
Dharma&Hindu Dharma, Analogi Filsafat, Etika dan Puja. Sumatera Utara:Yayasan Perguruan Budaya, 1980.
Cudamani, Pengantar
Agama Hindu Untuk Perguruan Tinggi,
Jakarta: Yayasan Wisma Karma, 1987.
Hadiwiyono, Harun, Agama Hindu dan Budha. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1989.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar