Selasa, 16 Juni 2015

Ajaran Hindu tentang Panca Yadnya

Pendahuluan
Sebelum memasuki inti dari makalah ini, kami ingin mereview kembali sejarah singkat peradaban Kerajaan-kerajaan yang pernah berjaya di Nusantara yang sekarang disebut Indonesia.
Sejarah menyatakan, bahwa pada jaman dahulu kala di wilayah Nusantara Indonesia telah berdiri Kerajaan-Kerajaan Besar seperti salah satu di antaranya adalah Kerajaan Majapahit yaitu sebuah Kerajaan penganut Agama Hindu yang merupakan Kerajaan terbesar yang bisa menyatukan seluruh wilayahnya sampai ke Madagaskar.
Pada jaman itu sudah ada hubungan dengan Negara luar negeri terutama dengan negeri campa yang saat ini Negara cina
Kerjaan ini bertempat di jawa timur, yang pada jaman keemasannya dipimpin oleh seorang Raja yang bernama Hayam Wuruk dengan patihnya bernama Gajah Mada. Mungkin legenda yang satu ini tidak asing lagi bagi kita, karena dari dulu sampai sekarang kisah Gajah Mada masih terus ramai dibicarakan.
Pada jaman itu pula perkembangan budaya yang berlandaskan Agama Hindu sangat pesat termasuk di daerah Bali dan perkembangan terakhir menunjukkan bahwa para arya dari kerajaan majapahit sebagian besar hijrah ke daerah Bali dan di daerah ini para Arya-Arya tersebut lebih menetapkan ajaran-ajaran agama hindu sampai sekarang.
Masyarakat Hindu di Bali dalam kehidupan sehari-harinya selalu berpedoman pada ajaran Agama Hindu warisan para lelulur Hindu di Bali terutama dalam pelaksanaan upacara ritual dalam Falsafah Tri Hita Karana.
Yadnya adalah sering diartikan sebagai “kurban/kurban suci yang dilaksanakan dengan tulus ikhlas dalam ajaran Agama Hindu. Kata ini berasal dari Bahasa Sanskerta: yakni (yajña) yang merupakan akar kata dari “Yaj”, yang berarti memuja, mempersembahkan atau korban suci.
Sementara yang dimaksud dengan Panca-Yadnya adalah : Panca artinya lima dan Yadnya artinya upacara persembahan suci yang tulus, ikhlas, kehadapan Tuhan. Kesimpulannya adalah lima dasar sesembahan yang sacral dilandasi rasa ikhlas, tulus, pada Hyang Widi yang dalam istilah Bali umumnya masyarakat Hindu menyebutkan Ida Sanghyang Widi Wasa/Sanghyang Widi Wase. [1][2]
Selain itu, di dalam Panca Yadnya terdapat lima pelaksaan bagian yaitu :
a. Dewa Yadnya
b. Bhuta Yadnya
c. Manusia Yadnya
d. Pitara Yadnya
e. Rsi Yadnya
Dari kelima bagian tersebut memliki peran penting dari tiap-tiap unsur, dan tujuan dari panca yadnya Bila direnungkan tujuan diadakannya sebuah Yadnya yaitu untuk membalas Yadnya yang dahulu dilakukan oleh Ida Sang Hyang Widhi ketika menciptakan alam semesta beserta isinya. Dalam konsep Agama Hindu adalah mewujudkan keseimbangan. Dengan terwujudnya keseimbangan berarti terwujud pula keharmonisan hidup yang didambakan oleh setiap orang di dunia ini, jadi yadnya itu bertujuan untuk melangsungkan kehidupan yang berkesinambungan yaitu melalui beberapa cara sebagai berikut:
·                    Membayar Rna (hutang) untuk mencapai kesempurnaan hidup.
·                    Melebur dosa untuk mencapai kebebasan yang sempurna.
Macam Macam pelaksanaan upacara Yadnya :
a.                   Upacara Dewa Yadnya
Dewa asal kata dalam bahasa Sanskirt “Div” yang artinya sinar suci, jadi pengertian dewa adalah sinar suci yang merupakan manifestasi dari tuhan yang di anut oleh umat hindu bila di bali menyebutnya Ida Sanghyang Widi Wasa. Yadnya sendiri artinya upacara persembahan suci yang tulus ikhlas. Dari tujuan upaca dewa Yadnya untuk pemujaan serta persembahan suci yang tulus ikhlas kehadapan tuhan dan sinar-sinar sucinya yang disebut dewa-dewi.
Karena adanya pemujaan terhadap dewa-dewi atau para dewa beliau dianggap sebagai yang mempengaruhi dan mengatur kehidupan semua didunia ini. [3][4]
Salah satu dari Upacara Dewa Yadnya seperti Upacara Hari Raya Saraswati yaitu upacara suci yang dilaksanakan oleh umat Hindu untuk memperingati turunnya Ilmu Pengetahuan yang dilaksanakan setiap 210 hari yaitu pada hari Sabtu, yang dalam kalender Bali disebut Saniscara Umanis uku Watugunung, pemujaan ditujukan kehadapan Tuhan sebagai sumber Ilmu Pengetahuan dan dipersonifikasikan sebagai Wanita Cantik bertangan empat memegang wina (sejenis alat musik), genitri (semacam tasbih), pustaka lontar bertuliskan sastra ilmu pengetahuan di dalam kotak kecil, serta bunga teratai yang melambangkan kesucian.
b.                  Upacara Bhuta Yadnya
Bhuta artinya unsur-unsur alam sedangkan Yadnya artinya upacara persembahan suci yang tulus ikhlas. Kata “Bhuta” sering dirangkaikan dengan kata “Kala” yang artinya “waktu” atau “energy”. Bhuta kala artinya unsur alam semesta dan kekuatannya. Bhuta Yadnya adalah pemujaan serta persembahan suci yang tulus ikhlas ditujukan kehadapan Bhuta Kala yang tujuannya untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan Bhuta Kala dan memanfaatkan daya gunanya. Salah satu dari upacara Bhuta Yadnya adalah Upacara Tawur ke Sanga (Sembilan) menjelang Hari Raya Nyepi (Tahun Baru / Çaka / Kalender Bali). Upacara Tawur ke Sanga (Sembilan) adalah upacara suci yang merupakan persembahan suci yang tulus ikhlas kepada Bhuta-Kala agar terjalin hubungan yang harmonis dan bisa memberikan kekuatan kepada manusia dalam kehidupan.
c.                   Upacara Manusa Yadnya
Upacara Manusa Yadnya adalah upacara persembahan suci yang tulus ikhlas dalam rangka pemeliharaan, pendidikan serta penyucian secara spiritual terhadap seseorang sejak terwujudnya jasmani di dalam kandungan sampai akhir kehidupan. Adapun beberapa upacara Manusa Yadnya ini melalui beberapa fase diantaranya:
1.      Upacara kelahiran bayi
2.      Upacara tutug kambuhan, tutug sambutan, dan tutug mapetik
·        Upacara Tutug Kambuhan (upacara setelah bayi berumur 42 hari), merupakan upacara suci yang bertujuan untuk penyucian terhadap si bayi dan kedua orang tuanya.
·        Upacara tutug Sambutan (upacara setelah bayi berumur 105 hari), adalah upacara suci yang tujuannya untuk penyucian jiwatman dan penyucian badan si bayi seperti yang dialami pada waktu acara Tutug Kambuhan.
·        Upacara Mepetik ini adalah merupakan rangkaian dari upacara Tutug Sambutan yang pelaksanaanya berupa 1 (satu) paket upacara dengan upacara Tutug Sambutan
3.      Upacara perkawinan
d.                  Upacara Pitara Yadnya adalah upacara persembahan bagi orang mati. dengan tujuan untuk penyucian dan meralina ( kremasi) serta penghormatan terhadap orang yang telah meninggal menurut ajaran Agama Hindu. Yang dimaksud dengan meralina (kremasi menurut Ajaran Agama Hindu) adalah merubah suatu wujud demikian rupa sehingga unsur-unsurnya kembali kepada asal semula. Yang dimaksud dengan asal semula adalah asal manusia dari unsur pokok alam yang terdiri dari air, api, tanah, angin dan akasa. Sebagai sarana penyucian digunakan air dan tirtha (air suci) sedangkan untuk pralina digunakan api pralina (api alat kremasi).
e.                  Upacara Rsi Yadnya
Rsi artinya orang suci sebagai rohaninya bagi masyarakat umat hndu dibali. Upacara Resi Yadnya adalah upacara persembahan suci yang tulus ikhlas sebagai penghormatan serta pemujaan kepada pada rsi yang telah memberi tuntunan hidup untuk menuju kebahagiaan lahir-batin didunia akhirat
itulah rangkaian  Upacara Panca Yadnya yang dilaksanakan oleh Umat Hindu di Bali sampai sekarang yang mana semua aktifitas kehidupan sehari-hari masyakat Hindu di Bali selalu didasari atas Yadnya baik kegiatan dibidang sosial, budaya, pendidikan, ekonomi, pertanian, keamanan dan industri semua berpedoman pada ajaran-ajaran Agama Hindu yang merupakan warisan dari para leluhur Hindu di Bali.
Kesimpulan
Panca yadnya merupakan korban suci yang tulus iklas yang didasari atas rasa bhakti dan kasih sayang serta tanpa pamrih.Yadnya memiliki lima pembagian (panca yadnya), yaitu dewa yadnya, manusa yadnya, butha yadnya, pitra yadnya dan rsi yadnya.Pelaksanaan yadnya ini bukan ditentukan oleh tingkatan yadnya, namun oleh tri guna.Karena bagaimanapun besarnya sebuah upacara, jika tanpa didasari oleh ketulusan, iklas,bhakti, kasih sayang dan tanpa pamrih(phala). Upacara tersebut tidak akan menjadi sempurna (kurang bermakna).
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mukti. Agama-agama di Dunia. IAIN Sunan Kalijaga Press. Yogyakarta: 1988
Oka Netra, Anak Agung Gede, Tuntunan Dasar Agama Hindu. Hanoman Sakti, 1994.
Sudarsana, I B Putu, Ajaran Agama Hindu, Manifestasi Sang Hyang Widhi. Yayasan Sadharma Acarya, 2000.
Singh, Vir, Dharam, Hinduisme Sebuah Pengantar. Surabaya: Penerbit Paramita, 2006
Muterini P, Mas,  I.G.A. Panca Yadnya. Upadeca tentang Ajaran-Ajaran Agama Hindu. Yayasan Dharma Sarathi. 1989.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar